Sabtu, 28 Juli 2012

PBB Didesak Turun Tangan Atasi Pembantaian Muslim Rohingya

Rusuh di Rakhine akibat perseteruan etnis Rohingnya-Rakhine (Foto: Reuters)
JAKARTA - Kekerasan dan pembantaian yang dialami warga Muslim Rohingya di Negara Bagian Arakan, Myanmar, memaksa mereka mengungsi ke sejumlah negara, termasuk Indonesia. Bagaimana tidak, pemukiman dibakar dan banyak di antara meraka yang tewas akibat konflik antarwarga Budha dan Muslim tersebut.

Vice President ACTion Team for Rohingya (ACT), N. Imam Akbari, menyebutkan, pada awal Februari 2012 sebanyak 55 warga Myanmar ditemukan terdampar di perairan Bluka Tubai, Krueng Geukuh, Aceh Utara. Namun dua di antaranya melarikan diri saat berada di kantor imigrasi. Setelah dilakukan pendataan, Imigrasi dan Pemda Aceh Utara mengirimkan pengungsi ke Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Pusat di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.

“Isu Rohingya ternyata eskalatif, bukan mereda malah makin parah. Kami mengimbau dunia internasional, terutama dalam momentum Ramadhan ini, dunia Islam berbuat sesuatu yang lebih tegas untuk meminimalisasi ekses kekerasan di Myanmar. Perserikatan Bangsa-bangsa sudah saatnya menggelar Sidang Khusus mengingat krisis ini menyengsarakan ratusan ribu orang. Indonesia sebagai Negara besar di ASEAN juga harus berbuat karena etnik Rohingya ini ada di kawasan ini,” ujar Iman dalam rilisnya yang diterima Okezone di Jakarta, Jumat (26/7/2012).

Selain di Aceh, sebanyak 12 warga Muslim Rohingya juga terdapat di Bogor, Jawa Barat dan sebanyak 107 orang berada di Rudenim Tanjung Pinang, Kepulaan Riau. "13 orang dari 107 dua itu merupakan anak-anak. Sedangkan 18 orang dari pengungsi dewasa berstatus pengungsi yang dikeluarkan UNHCR," kata Dony Aryanto, Relawan ACT yang hadir sebagai Advance Team di Tanjung Pinang. 

Dony yang sempat berinteraksi dengan imigran mengatakan, para pengungsi tidak ingin pulang karena menurut mereka, negaranya tidak mengakui Rohingya di Myanmar. Selain itu, mereka juga tidak lagi mengetahui keberadaan keluarga akibat terpisah saat berusaha menyelamatkan diri ketika pemukiman mereka dibakar.

“Kami tak akan berbuat macam-macam disini, kami bisa duduk elok-elok saja, harapan kami bisa hidup bebas," ujar seorang pengungsi Muhammad Syah kepada Dony.

Dilanjutkannya, Muhamad Syah juga menceritakan bahwa 19 orang di antara mereka pernah melakukan mogok makan selama dua kali. Yang terakhir dilakukan awal Juni lalu selama 9 hari. Mereka menuntut kepada Perserikatan Bangsa Bangsa agar mereka segera dibebaskan dari Rudenim tersebut. “Tak ada yang bisa kami harapkan lagi, kami hanya berharap kepada saudara kami sesama muslim,” harapnya.
(ris)


sumber: okezone.com

0 komentar:

Posting Komentar