Jumat, 11 Mei 2012

DUNIA MAHASISWA ANTARA BELAJAR DAN GAYA HIDUP


DUNIA MAHASISWA
ANTARA BELAJAR DAN GAYA HIDUP

Dosen : Junaidi S.Ag, S.Ag., M.Hum


Disusun Oleh
   Nama                      : Chintia Oktaviani
   Kelas                       : D3.MI.02
   Jurusan                  : Management Informatika

SEKOLAH TINGGI INFORMASI DAN KOMPUTER
AMIKOM
YOGYAKARTA
2012

KATA PENGANTAR
Dengan rahmat Allah swt, kita panjatkan puji dan syukur atas kesempatan yang telah diberikan oleh-Nya pada saya untuk menjadi mahasiswi STMIK Amikom Yogyakarta. Semoga kesempatan ini dapat saya gunakan sebaik-baiknya sehingga saya dapat menjadi mahasiswi STMIK Amikom Yogyakarya yang baik berprestasi serta dapat membawa nama baik kampus di masa yang akan datang.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa mahasiswa jaman sekarang lebih berorientasi pada gaya hidup yang glamor, bersenang – senang juga kurangnya perhatian pada perlajaran. Ketidak seimbangan tersebutlah yang menyebabkan banyak mahasiswa yang tidak siap saat terjun di masyarakat.
Saya tahu tugas makalah ini masih belum sempurna, maka saya mohon maaf yang sebanyak-banyaknya, kritik dan saran sangat saya harapkan demi perbaikan di kemudian hari.
Sebagai akhir kata saya dalam pengantar ini, saya mengucapkan terima kasih kepada orangtua saya yang dengan susah payah membesarkan saya dan membiayai saya agar dapat menjadi orang yang berguna bagi nusa, bangsa dan agama.
Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat dan mendapat ridho Allah SWT.


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah

Tampak secara global kehidupan mahasiswa tidak jauh berbeda dengan kehidupan anak sekolah menengah atas.  Pergi kuliah, kemudian mencatat apa saja yang keluar dari mulut dosen lengkap dengan titik komanya.
Kegiatan mahasiswa yang paling umum di tempat kost adalah bermain domino sambil tertawa terbahak - bahak, tidur sambil mendengar kaset atau ngumpul-ngumpul untuk berbagi gosip tentang acara televisi, tentang kasus pejabat yang korupsi sampai kepada gosip bagaimana menaklukkan hati pacar. Sedangkan kaum wanita ngumpul-ngumpul membicarakan tentang mode, tentang apa isi kamar kost kawan yang sombong sampai kepada masalah nasib.
Dari sekian banyak mahasiswa yang santai ada juga mahasiswa yang serius dalam menghadapi kuliah. Mereka tekun menghadapi buku catatan, banyak mengurung diri dari pergaulan. Dalam menghadapi tentamen, mereka sengaja menahan kantuk pada malam hari untuk dapat menghafal semua isi catatan. Memang belajar dengan cara menghafal telah membuat mereka sukses dan mampu  membuat mereka memperoleh, indeks prestasi tiga koma sampai indeks prestasi empat. Tetapi apakah mereka dapat dikatakan sebagai mahasiswa yang, intelektual?
Dapat kita katakan bahwa belajar dengan cara menghafal tidak ubahnya ibarat merekam bagi sebuah kaset kosong dan ahli pendidikan mengatakan bahwa belajar dengan cara demikian dapat mematikan kreatifitas otak untuk berfikir. Memang banyak mahasiswa berindeks prestasi bagus cuma karena menghafal kemudian punya peluang untuk menjadi staf akademik perguruan tinggi,  misalnya mereka rata-rata tampil sebagai obyek yang membosankan, demikianlah pengakuan beberapa orang mahasiswa.
Apalagi dalam pendidikan agama para mahasiswa sekarang hanya mengenal agama sebagai agama ritual bukan agama spiritual. Hal ini membuat sebagian mahasiswa cenderung berorientasi pada gaya hidup glamor dan bersenang – senang sehingga banyak mahasiswa yang mengabaikan nilai – nilai agama, dan mereka hanya terlibat dengan agama jika ada hal – hal tertentu saja.
Masalah pokok yang hendak dikemukakan di sini adalah mengenai Dunia mahasiswa antara belajar dan gaya hidup pada saat ini.
B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah – masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :
·         Apa peran agama dalam mengatur gaya hidup mahasiswa ?
·         Pengaruh gaya hidup terhadap keberhasilan mahasiswa dalam belajar

BAB II
GAYA HIDUP MAHASISWA
A. Mahasiswa Lebih Berorientasi Pada Gaya Hidup

         Gaya  hidup  adalah  perpaduan  antara  kebutuhan  ekspresi diri  dan  harapan  kelompok  terhadap  seseorang  dalam  bertindak berdasarkan  pada  norma  yang  berlaku.
          Gaya  hidup  juga  mencerminkan  sikap  individu,  nilai-nilai atau  pandangan  dunia.  Oleh  karena  itu,  gaya  hidup  adalah sarana  untuk  menempa  rasa  diri  dan   menciptakan  simbol  budaya  yang  beresonasi  dengan  identitas  pribadi.  Tidak  semua aspek  dari  gaya  hidup  sepenuhnya  terjadi.  Lingkungan  sistem sosial  dan  teknis  dapat  pula  membatasi  pilihan  gaya  hidup  yang tersedia untuk individu dan simbol-simbol yang dapat diterapkan  pada  dirinya  sendiri  dan  orang  lain.
Ada beberapa orang mahasiswa, dulu sering meninggalkan tempat kost selama berminggu minggu sampai berbulan bulan. Nongol di kampus apabila ada jadwal kuliah setelah itu ia cabut lagi. Memang kuliah sesuai dengan jadwal yang direncanakan. Walau mereka wisuda dengan indeks prestasi sedang tetapi wawasan berfikir luas dan pemahamannya kurang.
Bukan kebetulan apabila ada mahasiswa begitu lepas dari perguruan tinggi langsung aktif dalam suatu bidang pekerjaan. Kesuksesan begini tentu telah mereka rintis jauh hari sebelumnya. Karena kesibukan ganda, sebagai mahasiswa dan merintis mencari lapangan kerja, rata-rata dalam bidang akademik prestasi mereka sedang-sedang saja, tetapi dalam mempraktekkan kerja tidak perlu lagi kasak kusuk.
Disisi lain kadang mahasiswa sering kebingungan menentukan masa depannya. Kenapa ? karena kurangnya kesiapan saat kuliah dulu. Inilah yang menyebabkan banyaknya mahasiswa yang menjadi pengangguran akibat terlalu berorientasi pada gaya hidup yang glamor dan bersenang – senang.  

B.     Fenomena Mahasiswa Zaman Sekarang


Pilihan gaya mahasiswa memang beda-beda. Tergantung pada kenyamanan masing-masing. Bagi mahasiswa tertentu, kampus menjadi zona nyaman untuk menghabiskan sisa usia serta zona aman agar tidak dikatakan sebagai pengangguran. Saking nyaman menyandang status mahasiswa, tidak jarang sebagian mahasiswa rela menghabiskan jatah studi maksimum 14 semester. Dalih mereka banyak. Bagi yang merasa senior di sebuah organisasi mahasiswa, dalih nyaman hidup di kampus adalah untuk melakukan kaderisasi. Yang merasa mendapat kenyamanan finansial dari orang tua, dalih pembenaran mereka adalah memanfaatkan peluang selagi masih mendapatkan jaminan hidup. Tak apalah lama di kampus, toh masih ada yang menanggung.
Beda dari komunitas mahasiswa yang harus mandiri untuk menempuh perjalanan pendidikan. Dalih pembenaran di kampus bukan kenyamanan, melainkan “keterpaksaan”. Bagi mereka, menjadi mahasiswa adalah kesempatan untuk meraih gemilang masa depan. Karena itulah, banyak di antara mereka yang selama masih menjadi mahasiswa juga ikut berbagai kegiatan kampus atau sambil berkerja paro waktu.
Aktivitas di kampus adalah untuk memperkaya poin, bukan koin. Demi memenuhi kebutuhan, mereka rela berlama-lama di kampus, asal apa yang mereka impikan kelak tercapai. Empat tahun menjadi mahasiswa terasa kurang cukup waktu untuk melakukan usaha diri, menempa diri, mengembangkan diri. Sakralitas waktu mereka manfaatkan secara baik.
Pertanyaannya, lebih banyak mana mahasiswa yang merasa nyaman di kampus dan yang merasa terpaksa terus hidup di kampus? Memang belum ada penelitian mendalam tentang hal itu. Namun bila dilihat dari fenomena kehidupan dan gaya hidup di kampus, tak sulit menemukan banyak kelatahan di kalangan rakyat kampus. Gaya tutur, gaya tubuh, dan gaya bahasa ternyata masih menyisakan ironi dan kegenitan intelektual. Cara-cara bergaya itu ternyata terdukung oleh gaya arsitektur kampus dan lingkungan yang melingkupi. Karena banyak mahasiswa bersepeda motor atau bermobil ria ketika kuliah, pihak kampus pun tak segan menyediakan tempat parkir luas dan nyaman. Kebijakan praktis kampus bukan untuk mengatur agar mobilitas kendaraan tidak menyesaki ruang belajar, tetapi justru memperluas area parkir. Akibatnya, kampus tampak seperti mall yang kikuk menampung kendaraan.
Kenyamanan tempat makan juga membuat kampus harus menyediakan ruang kantin lebih besar. Bukan hanya mahasiswa yang diuntungkan, pihak kampus pun meraup untung dari sewa tempat para penjaja makanan di kantin. Kampus akhirnya seperti pasar, ramai tawaran dan permintaan makan-minum dari mahasiswa yang lapar atau sekadar nongkrong. Bergaya. Ruang kampus makin sesak dengan transaksi dan ekspresi gaya hidup mahasiswa.
Bagaimana dengan pusat studi? Dijamin, perpustakaan, majelis diskusi, seminar, dialog, dan lain-lain adalah tempat terasing dan singgahan terakhir bagi mahasiswa ketika ada tuntutan akademis menulis makalah atau skripsi. Ia bukan ruang singgahan yang asyik untuk memanjakan diri. Perpustakaan adalah kegelapan yang sepi peminat. Padahal, ia merupakan jantung perguruan tinggi.
Sering dibungkam Ruang-ruang sepi senyap itu hanya dinikmati kalangan mahasiswa yang merasa “terpaksa” melakoni diri sebagai rakyat kampus. Ada ejeken sinis dari sementara mahasiswa bahwa menghadiri acara-acara “tak bergaya” itu tidak menjamin masa depan. Perguruan tinggi juga kurang melirik aktivitas mereka. Tak ada kebijakan infrastruktur bermakna yang mewadahi komunitas-komunitas diskusi dan kelompok studi mahasiswa, yang dihuni rakyat kampus “terpaksa” itu. Sulit menemukan gedung yang khusus diperuntukkan bagi diskusi atau pentas seni, misalnya.
Dalam beberapa kasus, aktivitas mereka malah sering kali dibungkam secara birokratis. Teriakan pers mahasiswa acap tak didengar, bahkan dibungkam. Untuk menghadirkan pembicara dalam sebuah diskusi, kelompok kritis itu harus beraudiensi dulu dengan pengelola kampus, bila tidak ingin mendapatkan resistensi birokratis. Akhirnya, tak jarang hasrat intelektual mereka dikebiri. Hidup di kampus makin tak nyaman, kian tidak aman pula. Karena ketidaknyamanan yang kian tidak aman, mereka keluar kampus mencari napas kebaruan. Justru ketika bergabung dengan kelompok luar itulah mereka lebih bisa mengembangkan diri dan terbuka, baik untuk mencari proyek maupun mengembangkan sayap intelektual.


BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

-          KESIMPULAN
                  Tidak sedikit mahasiswa yang lebih mengesampingkan masalah belajarnya dan lebih berpacu pada gaya hidup modern. Kebanyakan dari mereka hanya datang ke kampus apabila ada jadwal kuliah saja, serta sibuk melengkapi catatan apabila ujian datang. Selain dari itu mereka hanya sibuk dengan  dunianya saja, dari jalan –jalan, main game, kumpul – kumpul, nongkrong dsb.
                    Adanya perubahan gaya hidup yang terjadi oleh mahasiswa, penampilan ke kampus dijadikan suatu hal yang membandingkan mereka dengan teman yang lain, dalam artian bahwa lewat penampilan mereka dapat melihat status sosial atau status ekonomi dari masing-masing orang, misalnya gaul tidaknya seseorang itu atau besar kecilnya penghasilan orang tua mereka.

-          SARAN
                  Sebaiknya gaya hidup mahasiswa itu harus kembali berpedoman pada tujuan utamanya yaitu belajar bukan pada gaya hidup agar tetap ada keseimbangan. Pergaulan dan gaya hidup memang memperngaruhi belajar namun disinilah mahasiswa dituntut untuk tetap seimbang antara belajarnya dengan gaya hidup.

DAFTAR PUSTAKA

 

SUMBER LAIN



4 komentar:

  1. maaf mengganggu saya hanya ingin berbagi artikel yang berkaitan tentang gaya hidup mahasiswa
    berikut linknya :
    http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3478/1/JURNAL_2.pdf
    semoga bermanfaat :)

    BalasHapus
  2. oke terima kasih :D
    langsung ke tkp :D

    BalasHapus
  3. sangat bermanfaat bagi mahasiswa yang masih femula.terima kasih bnyak?

    BalasHapus
  4. iya sangat bagus artikelnya dan dapat membantu bagi pembaca.
    ST3 Telkom

    BalasHapus