JAKARTA, KOMPAS.com — Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta baru saja digelar. Penghitungan suara masih dilakukan. Belum ada pemenang atau juara. Namun, sejumlah lembaga penghitungan cepat atau quick count sudah mengumumkan bahwa pasangan Jokowi-Ahok mendapat suara tertinggi, yakni sekitar 43 persen, disusul Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli 34 persen.
Jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, maka Pilkada DKI Jakarta kemungkinan dilanjutkan pada putaran kedua yang diikuti pasangan Jokowi-Ahok dan Foke-Nachrowi. UU Nomor 29 Tahun 2007 mengatur, pilkada dua putaran harus digelar jika tidak ada calon yang mendapatkan suara 50 persen plus satu.
Tiga orang warga, yakni Mohamad Huda, A Havid Permana, dan Satrio F Damardjati, Jumat (13/7/2012) pagi ini, akan mengajukan judicial review UU Nomor 29 Tahun 2007 ke MK. Alasannya, UU Nomor 29 Tahun 2007 bertentangan dengan UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pilkada yang mengatur penetapan dua putaran hanya dilakukan jika tidak ada calon yang memperoleh 30 persen plus satu.
"Kami menilai penggunaan beberapa pasal di UU Nomor 12 Tahun 2008 dan UU Nomor 29 Tahun 2007 kurang optimal dan kesannya tumpah tindih sehingga proses demokrasi sangat kurang efesien dan efektif. Kami ingin demokrasi benar-benar tegak dan kuat demi keberlangsungan kesejahteraan warga DKI Jakarta," tulis ketiga warga Ibu Kota tersebut dalam rilisnya yang dikirim ke media.
Menurut mereka, putaran kedua Pilkada DKI berefek pada penggunaan anggaran yang diperkirakan mencapai Rp 200 miliar dari APBD. Pembengkakan anggaran juga pasti terjadi pada masing-masing kandidat yang didapatkan dari berbagai sumber yang berkorelasi positif dengan perputaran ekonomi dan pemasukan pada APBD.
Jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, maka Pilkada DKI Jakarta kemungkinan dilanjutkan pada putaran kedua yang diikuti pasangan Jokowi-Ahok dan Foke-Nachrowi. UU Nomor 29 Tahun 2007 mengatur, pilkada dua putaran harus digelar jika tidak ada calon yang mendapatkan suara 50 persen plus satu.
Tiga orang warga, yakni Mohamad Huda, A Havid Permana, dan Satrio F Damardjati, Jumat (13/7/2012) pagi ini, akan mengajukan judicial review UU Nomor 29 Tahun 2007 ke MK. Alasannya, UU Nomor 29 Tahun 2007 bertentangan dengan UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pilkada yang mengatur penetapan dua putaran hanya dilakukan jika tidak ada calon yang memperoleh 30 persen plus satu.
"Kami menilai penggunaan beberapa pasal di UU Nomor 12 Tahun 2008 dan UU Nomor 29 Tahun 2007 kurang optimal dan kesannya tumpah tindih sehingga proses demokrasi sangat kurang efesien dan efektif. Kami ingin demokrasi benar-benar tegak dan kuat demi keberlangsungan kesejahteraan warga DKI Jakarta," tulis ketiga warga Ibu Kota tersebut dalam rilisnya yang dikirim ke media.
Menurut mereka, putaran kedua Pilkada DKI berefek pada penggunaan anggaran yang diperkirakan mencapai Rp 200 miliar dari APBD. Pembengkakan anggaran juga pasti terjadi pada masing-masing kandidat yang didapatkan dari berbagai sumber yang berkorelasi positif dengan perputaran ekonomi dan pemasukan pada APBD.
Jika gugatan dikabulkan, maka pasangan Jokowi-Ahok bisa langsung menjadi gubernur/wakil gubernur DKI Jakarta pada periode 2012-2017.
sumber: kompas
0 komentar:
Posting Komentar