JAKARTA, KOMPAS.com - Meski bergerak di ranah online, tak banyak media online yang menggunakan media sosial Twitter secara maksimal. Umumnya, media-media onlinememiliki akun Twitter tapi menyerahkan urusantweet-nya pada mesin.
Yang terjadi kemudian, akun-akun media itu hanya men-tweet judul-judul berita yang ditayangkan media itu secara acak. "Akibatnya, informasi yang di-tweet seringkali informasi yang tidak menarik, mesin hanya menampilkan judul berita. Kalau informasinya tidak menarik, maka orang tidak akan mengklik informasi itu," ujar Prof. Melinda McAdams, Guru Besar Jurnalisme Online Universitas Florida, Amerika, dalam workshop "Media Social and Professional Use of Twitter" di pusat kebudayaan Amerika, Jakarta, Selasa (17/7/2012).
Seyogyanya, menurut McAdams, isi tweet akun media berisi sesuatu yang tidak hanya informatif, tapi juga menarik. Informasi dikemas secara "customize" memaksimalkan batas 140 karakter yang diizinkan twitter.
Ini hanya bisa dilakukan jika ada orang yang secara khusus mengelola Twitter media. "Isi tweet atas suatu berita bisa jadi sesuatu yang berbeda dengan judul beritanya, bisa ringkasan yang atraktif, kutipan yang menarik, sehingga tidak membosankan," kata dia.
Lebih jauh ia menjelaskan, akun media pada Twitter seringkali tidak membuka diri terhadap interaksi. Padahal, sejatinya, ciri media sosial adalah interaksi. Makna "share" yang sering dilekatkan pada media sosial berarti yang men-share informasi mengharapkan repons atas apa yang di-share.
"Oleh karena itu, yang men-share informasi harus mendengarkan dan memberi respon atasfeedback yang disampaikan publik sehingga terjadi interaksi atau dialog," papar dia. Selain itu, ia menambahkan, media dapat menggunakan atribut "#" (hashtags) pada twitter untuk mengelompokkan informasi tertentu sehingga pembaca dapat mengikuti atau mencari satu isu dengan mudah di twitter.
Ia melanjutkan, cara ini juga dapat dilakukan para jurnalis untuk meningkatkan profesionalitas mereka. Para jurnalis, katanya, dapat menjadikan diri mereka sebagai sumber informasi yang kredibel di Twitter.
"Banyak jurnalis menggunakan twitter hanya for fun, men-tweet apa yang mereka lakukan sekarang. Padahal, mereka bisa menggunakan Twitter untuk menunjukkan profesionalitas mereka atas satu topik tertentu," terangnya.
Ia mencontohkan apa yang dilakukan Omar Chatriwala (@omarc) seorang jurnalis freelance di Doha, Qatar. Omar menggunakan akunnya untuk men-tweet segala sesuatu yang berkaitan dengan dinamika politik di Timur Tengah. Tweet-tweet-nya fokus pada satu topik itu.
"Jurnalis yang paham memanfaatkan media sosial umumnya memiliki dua akun. Satu akun fokus untuk urusan profesional mereka, sementara satu akun lagi untuk urusan pribadi, for fun," tandasnya.
Yang terjadi kemudian, akun-akun media itu hanya men-tweet judul-judul berita yang ditayangkan media itu secara acak. "Akibatnya, informasi yang di-tweet seringkali informasi yang tidak menarik, mesin hanya menampilkan judul berita. Kalau informasinya tidak menarik, maka orang tidak akan mengklik informasi itu," ujar Prof. Melinda McAdams, Guru Besar Jurnalisme Online Universitas Florida, Amerika, dalam workshop "Media Social and Professional Use of Twitter" di pusat kebudayaan Amerika, Jakarta, Selasa (17/7/2012).
Seyogyanya, menurut McAdams, isi tweet akun media berisi sesuatu yang tidak hanya informatif, tapi juga menarik. Informasi dikemas secara "customize" memaksimalkan batas 140 karakter yang diizinkan twitter.
Ini hanya bisa dilakukan jika ada orang yang secara khusus mengelola Twitter media. "Isi tweet atas suatu berita bisa jadi sesuatu yang berbeda dengan judul beritanya, bisa ringkasan yang atraktif, kutipan yang menarik, sehingga tidak membosankan," kata dia.
Lebih jauh ia menjelaskan, akun media pada Twitter seringkali tidak membuka diri terhadap interaksi. Padahal, sejatinya, ciri media sosial adalah interaksi. Makna "share" yang sering dilekatkan pada media sosial berarti yang men-share informasi mengharapkan repons atas apa yang di-share.
"Oleh karena itu, yang men-share informasi harus mendengarkan dan memberi respon atasfeedback yang disampaikan publik sehingga terjadi interaksi atau dialog," papar dia. Selain itu, ia menambahkan, media dapat menggunakan atribut "#" (hashtags) pada twitter untuk mengelompokkan informasi tertentu sehingga pembaca dapat mengikuti atau mencari satu isu dengan mudah di twitter.
Ia melanjutkan, cara ini juga dapat dilakukan para jurnalis untuk meningkatkan profesionalitas mereka. Para jurnalis, katanya, dapat menjadikan diri mereka sebagai sumber informasi yang kredibel di Twitter.
"Banyak jurnalis menggunakan twitter hanya for fun, men-tweet apa yang mereka lakukan sekarang. Padahal, mereka bisa menggunakan Twitter untuk menunjukkan profesionalitas mereka atas satu topik tertentu," terangnya.
Ia mencontohkan apa yang dilakukan Omar Chatriwala (@omarc) seorang jurnalis freelance di Doha, Qatar. Omar menggunakan akunnya untuk men-tweet segala sesuatu yang berkaitan dengan dinamika politik di Timur Tengah. Tweet-tweet-nya fokus pada satu topik itu.
"Jurnalis yang paham memanfaatkan media sosial umumnya memiliki dua akun. Satu akun fokus untuk urusan profesional mereka, sementara satu akun lagi untuk urusan pribadi, for fun," tandasnya.
sumber: kompas
0 komentar:
Posting Komentar