DUNIA MAHASISWA
ANTARA BELAJAR DAN GAYA HIDUP
Dosen : Junaidi S.Ag, S.Ag., M.Hum
Disusun Oleh
Nama : Chintia Oktaviani
Kelas :
D3.MI.02
Jurusan :
Management Informatika
SEKOLAH TINGGI INFORMASI DAN KOMPUTER
AMIKOM
AMIKOM
YOGYAKARTA
2012
KATA PENGANTAR
Dengan rahmat Allah swt, kita
panjatkan puji dan syukur atas kesempatan yang telah diberikan oleh-Nya pada
saya untuk menjadi mahasiswi STMIK Amikom Yogyakarta. Semoga kesempatan ini
dapat saya gunakan sebaik-baiknya sehingga saya dapat menjadi mahasiswi STMIK
Amikom Yogyakarya yang baik berprestasi serta dapat membawa nama baik kampus di
masa yang akan datang.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa mahasiswa jaman sekarang
lebih berorientasi pada gaya hidup yang glamor, bersenang – senang juga kurangnya
perhatian pada perlajaran. Ketidak seimbangan tersebutlah yang menyebabkan
banyak mahasiswa yang tidak siap saat terjun di masyarakat.
Saya tahu tugas makalah ini masih belum sempurna, maka saya
mohon maaf yang sebanyak-banyaknya, kritik dan saran sangat saya harapkan demi
perbaikan di kemudian hari.
Sebagai akhir kata saya dalam pengantar ini, saya
mengucapkan terima kasih kepada orangtua saya yang dengan susah payah
membesarkan saya dan membiayai saya agar dapat menjadi orang yang berguna bagi
nusa, bangsa dan agama.
Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat dan mendapat ridho
Allah SWT.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Tampak secara global kehidupan mahasiswa tidak
jauh berbeda dengan kehidupan anak sekolah menengah atas. Pergi kuliah, kemudian mencatat apa saja yang
keluar dari mulut dosen lengkap dengan titik komanya.
Kegiatan mahasiswa yang paling umum di tempat
kost adalah bermain domino sambil tertawa terbahak - bahak, tidur sambil
mendengar kaset atau ngumpul-ngumpul untuk berbagi gosip tentang acara
televisi, tentang kasus pejabat yang korupsi sampai kepada gosip bagaimana
menaklukkan hati pacar. Sedangkan kaum wanita ngumpul-ngumpul membicarakan
tentang mode, tentang apa isi kamar kost kawan yang sombong sampai kepada
masalah nasib.
Dari sekian banyak mahasiswa yang santai ada
juga mahasiswa yang serius dalam menghadapi kuliah. Mereka tekun menghadapi
buku catatan, banyak mengurung diri dari pergaulan. Dalam menghadapi tentamen,
mereka sengaja menahan kantuk pada malam hari untuk dapat menghafal semua isi
catatan. Memang belajar dengan cara menghafal telah membuat mereka sukses dan
mampu membuat mereka memperoleh, indeks
prestasi tiga koma sampai indeks prestasi empat. Tetapi apakah mereka dapat
dikatakan sebagai mahasiswa yang, intelektual?
Dapat kita katakan bahwa belajar dengan cara
menghafal tidak ubahnya ibarat merekam bagi sebuah kaset kosong dan ahli
pendidikan mengatakan bahwa belajar dengan cara demikian dapat mematikan
kreatifitas otak untuk berfikir. Memang banyak mahasiswa berindeks prestasi
bagus cuma karena menghafal kemudian punya peluang untuk menjadi staf akademik
perguruan tinggi, misalnya mereka
rata-rata tampil sebagai obyek yang membosankan, demikianlah pengakuan beberapa
orang mahasiswa.
Apalagi dalam pendidikan agama para mahasiswa
sekarang hanya mengenal agama sebagai agama ritual bukan agama spiritual. Hal
ini membuat sebagian mahasiswa cenderung berorientasi pada gaya hidup glamor
dan bersenang – senang sehingga banyak mahasiswa yang mengabaikan nilai – nilai
agama, dan mereka hanya terlibat dengan agama jika ada hal – hal tertentu saja.
Masalah pokok yang hendak
dikemukakan di sini adalah mengenai Dunia mahasiswa antara belajar dan
gaya hidup pada saat ini.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
di atas, masalah – masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :
·
Apa peran agama dalam
mengatur gaya hidup mahasiswa ?
·
Pengaruh gaya hidup
terhadap keberhasilan mahasiswa dalam belajar
BAB II
GAYA HIDUP MAHASISWA
A. Mahasiswa Lebih Berorientasi Pada Gaya Hidup
Gaya hidup adalah perpaduan antara kebutuhan ekspresi diri dan harapan kelompok terhadap seseorang dalam bertindak berdasarkan pada norma yang berlaku.
Gaya hidup juga mencerminkan sikap individu, nilai-nilai atau pandangan dunia. Oleh karena itu, gaya hidup adalah sarana untuk menempa rasa diri dan menciptakan simbol budaya yang beresonasi dengan identitas pribadi. Tidak semua aspek dari gaya hidup sepenuhnya terjadi. Lingkungan sistem sosial dan teknis dapat pula membatasi pilihan gaya hidup yang tersedia untuk individu dan simbol-simbol yang dapat diterapkan pada dirinya sendiri dan orang lain.
Ada beberapa orang mahasiswa, dulu sering
meninggalkan tempat kost selama berminggu minggu sampai berbulan bulan. Nongol
di kampus apabila ada jadwal kuliah setelah itu ia cabut lagi. Memang kuliah
sesuai dengan jadwal yang direncanakan. Walau mereka wisuda dengan indeks
prestasi sedang tetapi wawasan berfikir luas dan pemahamannya kurang.
Bukan kebetulan apabila ada mahasiswa begitu
lepas dari perguruan tinggi langsung aktif dalam suatu bidang pekerjaan.
Kesuksesan begini tentu telah mereka rintis jauh hari sebelumnya. Karena
kesibukan ganda, sebagai mahasiswa dan merintis mencari lapangan kerja,
rata-rata dalam bidang akademik prestasi mereka sedang-sedang saja, tetapi
dalam mempraktekkan kerja tidak perlu lagi kasak kusuk.
Disisi lain kadang mahasiswa sering
kebingungan menentukan masa depannya. Kenapa ? karena kurangnya kesiapan saat kuliah
dulu. Inilah yang menyebabkan banyaknya mahasiswa yang menjadi pengangguran
akibat terlalu berorientasi pada gaya hidup yang glamor dan bersenang – senang.
B.
Fenomena Mahasiswa Zaman Sekarang
Pilihan gaya mahasiswa memang beda-beda.
Tergantung pada kenyamanan masing-masing. Bagi mahasiswa tertentu, kampus
menjadi zona nyaman untuk menghabiskan sisa usia serta zona aman agar tidak
dikatakan sebagai pengangguran. Saking nyaman menyandang status mahasiswa,
tidak jarang sebagian mahasiswa rela menghabiskan jatah studi maksimum 14
semester. Dalih mereka banyak. Bagi yang merasa senior di sebuah organisasi
mahasiswa, dalih nyaman hidup di kampus adalah untuk melakukan kaderisasi. Yang
merasa mendapat kenyamanan finansial dari orang tua, dalih pembenaran mereka
adalah memanfaatkan peluang selagi masih mendapatkan jaminan hidup. Tak apalah
lama di kampus, toh masih ada yang menanggung.
Beda dari komunitas mahasiswa yang harus
mandiri untuk menempuh perjalanan pendidikan. Dalih pembenaran di kampus bukan
kenyamanan, melainkan “keterpaksaan”. Bagi mereka, menjadi mahasiswa adalah
kesempatan untuk meraih gemilang masa depan. Karena itulah, banyak di antara
mereka yang selama masih menjadi mahasiswa juga ikut berbagai kegiatan kampus
atau sambil berkerja paro waktu.
Aktivitas di kampus adalah untuk memperkaya
poin, bukan koin. Demi memenuhi kebutuhan, mereka rela berlama-lama di kampus,
asal apa yang mereka impikan kelak tercapai. Empat tahun menjadi mahasiswa
terasa kurang cukup waktu untuk melakukan usaha diri, menempa diri,
mengembangkan diri. Sakralitas waktu mereka manfaatkan secara baik.
Pertanyaannya, lebih banyak mana mahasiswa
yang merasa nyaman di kampus dan yang merasa terpaksa terus hidup di kampus?
Memang belum ada penelitian mendalam tentang hal itu. Namun bila dilihat dari
fenomena kehidupan dan gaya hidup di kampus, tak sulit menemukan banyak
kelatahan di kalangan rakyat kampus. Gaya tutur, gaya tubuh, dan gaya bahasa
ternyata masih menyisakan ironi dan kegenitan intelektual. Cara-cara bergaya
itu ternyata terdukung oleh gaya arsitektur kampus dan lingkungan yang
melingkupi. Karena banyak mahasiswa bersepeda motor atau bermobil ria ketika
kuliah, pihak kampus pun tak segan menyediakan tempat parkir luas dan nyaman.
Kebijakan praktis kampus bukan untuk mengatur agar mobilitas kendaraan tidak
menyesaki ruang belajar, tetapi justru memperluas area parkir. Akibatnya,
kampus tampak seperti mall yang kikuk menampung kendaraan.
Kenyamanan tempat makan juga membuat kampus
harus menyediakan ruang kantin lebih besar. Bukan hanya mahasiswa yang
diuntungkan, pihak kampus pun meraup untung dari sewa tempat para penjaja
makanan di kantin. Kampus akhirnya seperti pasar, ramai tawaran dan permintaan
makan-minum dari mahasiswa yang lapar atau sekadar nongkrong. Bergaya. Ruang
kampus makin sesak dengan transaksi dan ekspresi gaya hidup mahasiswa.
Bagaimana dengan pusat studi? Dijamin,
perpustakaan, majelis diskusi, seminar, dialog, dan lain-lain adalah tempat
terasing dan singgahan terakhir bagi mahasiswa ketika ada tuntutan akademis
menulis makalah atau skripsi. Ia bukan ruang singgahan yang asyik untuk
memanjakan diri. Perpustakaan adalah kegelapan yang sepi peminat. Padahal, ia
merupakan jantung perguruan tinggi.
Sering dibungkam Ruang-ruang sepi senyap itu
hanya dinikmati kalangan mahasiswa yang merasa “terpaksa” melakoni diri sebagai
rakyat kampus. Ada ejeken sinis dari sementara mahasiswa bahwa menghadiri
acara-acara “tak bergaya” itu tidak menjamin masa depan. Perguruan tinggi juga
kurang melirik aktivitas mereka. Tak ada kebijakan infrastruktur bermakna yang
mewadahi komunitas-komunitas diskusi dan kelompok studi mahasiswa, yang dihuni
rakyat kampus “terpaksa” itu. Sulit menemukan gedung yang khusus diperuntukkan
bagi diskusi atau pentas seni, misalnya.
Dalam beberapa kasus, aktivitas mereka malah
sering kali dibungkam secara birokratis. Teriakan pers mahasiswa acap tak
didengar, bahkan dibungkam. Untuk menghadirkan pembicara dalam sebuah diskusi,
kelompok kritis itu harus beraudiensi dulu dengan pengelola kampus, bila tidak
ingin mendapatkan resistensi birokratis. Akhirnya, tak jarang hasrat
intelektual mereka dikebiri. Hidup di kampus makin tak nyaman, kian tidak aman
pula. Karena ketidaknyamanan yang kian tidak aman, mereka keluar kampus mencari
napas kebaruan. Justru ketika bergabung dengan kelompok luar itulah mereka
lebih bisa mengembangkan diri dan terbuka, baik untuk mencari proyek maupun
mengembangkan sayap intelektual.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
-
KESIMPULAN
Tidak
sedikit mahasiswa yang lebih mengesampingkan masalah belajarnya dan lebih
berpacu pada gaya hidup modern. Kebanyakan dari mereka hanya datang ke kampus
apabila ada jadwal kuliah saja, serta sibuk melengkapi catatan apabila ujian
datang. Selain dari itu mereka hanya sibuk dengan dunianya saja, dari jalan –jalan, main game,
kumpul – kumpul, nongkrong dsb.
Adanya
perubahan gaya hidup yang terjadi oleh mahasiswa, penampilan ke kampus
dijadikan suatu hal yang membandingkan mereka dengan teman yang lain, dalam
artian bahwa lewat penampilan mereka dapat melihat status sosial atau status
ekonomi dari masing-masing orang, misalnya gaul tidaknya seseorang itu atau
besar kecilnya penghasilan orang tua mereka.
-
SARAN
Sebaiknya gaya hidup mahasiswa itu harus kembali berpedoman pada tujuan
utamanya yaitu belajar bukan pada gaya hidup agar tetap ada keseimbangan. Pergaulan
dan gaya hidup memang memperngaruhi belajar namun disinilah mahasiswa dituntut
untuk tetap seimbang antara belajarnya dengan gaya hidup.
DAFTAR
PUSTAKA
- Ganda,
Yahya. 2004, Petunjuk Praktis Cara Mahasiswa Belajar,
Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo) - Halim, Fachrizal A. 2002, Beragama Dalam Belenggu Kapitalisme, Magelang, IndonesiaTera
SUMBER LAIN
maaf mengganggu saya hanya ingin berbagi artikel yang berkaitan tentang gaya hidup mahasiswa
BalasHapusberikut linknya :
http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3478/1/JURNAL_2.pdf
semoga bermanfaat :)
oke terima kasih :D
BalasHapuslangsung ke tkp :D
sangat bermanfaat bagi mahasiswa yang masih femula.terima kasih bnyak?
BalasHapusiya sangat bagus artikelnya dan dapat membantu bagi pembaca.
BalasHapusST3 Telkom